materi macam-macam kelainan kongietal terlengkap
A. KELAINAN
KONGENITAL
Kelainan
kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari
kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006).
kongenital
adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan kelainan struktur, perilaku,
fungsi dan kelainan metabolik yang ditemukan pada waktu lahir ( Razak, 2005 ).
2.
Embriogenesis
Menurut
Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), embriogenesis normal merupakan
proses yang sangat kompleks Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap yaitu:
a.
Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat
fertilisasi / pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.
b.
Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampat
minggu ketujuh kehamilan:
1)
Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.
2)
Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya
tabung saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior membentuk
bagian-bagian otak.
3)
Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem
vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk
sempurna.
4)
Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam.
c.
Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai
lahir. Pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah
dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak.
3.
Embriogenesis abnormal
Kegagalan
atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya
malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung
pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu
pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio
dan menyebabkan abortus spontan. Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan
berakhir pada periode ini (Effendi, 2006).
Bila
proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi
struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun
telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi
jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti
hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel
dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan
penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit
(Effendi, 2006).
Proses
“kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain
sindaktili, atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan
celah bibir/ dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu
perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas
teratogen berlangsung selama tahap embrio (Effendi, 2006).
4.
Patogenesis
Berdasarkan
patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) membedakan
kelainan kongenital sebagai berikut:
a.
Malformasi
Malformasi adalah suatu
proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu
atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau
organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya
suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada
satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem
tubuh yang berbeda.
b.
Deformasi
Deformasi terbentuk akibat
adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran atau
posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok
atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan
oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida,
panggul sempit, abnormalitas uterus seperti Uterus bikornus, kehamilan kembar.
c.
Disrupsi
Defek struktur juga dapat
disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda
dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat
disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi
biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa baik
deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula berkembang normal
dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.
d.
Displasia
Patogenesis lain yang
penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah
displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau
organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh.
Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel,
biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar
disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara
intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga
patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek
dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin
berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia
dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup.
Menurut
Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) langsung kelainan kongenital
sering kali sukar diketahui. Pertumbuhan embrional dan fetal dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti faktor genetik, faktor lingkungan atau kedua faktor
secara bersamaan. Beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi terjadinya
kelainan kongenital antara lain:
1.
Kelainan Genetik dan Kromosom
Kelainan genetik pada ayah
atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh atas kelainan kongenital pada
anaknya. Di antara kelainan-kelainan ini ada yang mengikuti hukum Mendel biasa,
tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai unsur dominan (dominant
traits) atau kadang-kadang sebagai unsur resesif. Penyelidikan daIam hal
ini sering sukar, tetapi adanya kelainan kongenital yang sama dalam satu
keturunan dapat membantu langkah-langkah selanjutnya. Dengan adanya kemajuan
dalam bidang teknologi kedokteran, maka telah dapat diperiksa kemungkinan
adanya kelainan kromosom selama kehidupan fetal serta telah dapat
dipertimbangkan tindakan-tindakan selanjutnya. Beberapa contoh kelainan
kromosom autosomal trisomi 21 sebagai sindrom Down (mongolisme), kelainan pada
kromosom kelamin sebagai sindroma Turner (Effendi, 2006).
2.
Mekanik
Tekanan mekanik pada janin
selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh
hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu
organ. Sebagai contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki
seperti talipes varus, talipes valgus, talipes equinus dan talipes equinovarus
(club foot) (Effendi, 2006).
3.
Infeksi
Infeksi yang dapat
menimbulkan kelainan kongenital ialah infeksi yang terjadi pada periode
organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Adanya infeksi tertentu
dalam periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan
suatu organ tubuh. Infeksi pada trimester pertama di samping dapat menimbulkan
kelainan kongenital dapat pula meningkatkan kemungkinan terjadinya abortus.
Sebagai contoh infeksi virus ialah:
1)
Infeksi oleh virus Rubella. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
menderita infeksi Rubella pada trimester pertama dapat menderita kelainan
kongenital pada mata sebagai katarak, kelainan pada sistem pendengaran sebagai
tuli dan ditemukannya kelainan jantung bawaan.
2)
Infeksi virus sitomegalovirus (bulan ketiga atau keempat),
kelainan-kelainan kongenital yang mungkin dijumpai ialah adanya gangguan
pertumbuhan pada sistem saraf pusat seperti hidrosefalus, retardasi mental,
mikrosefalus, atau mikroftalmia pada 5-10%.
3)
Infeksi virus toksoplasmosis, kelainan-kelainan kongenital yang
mungkin dijumpai ialah hidrosefalus, retardasi mental, korioretinitis,
mikrosefalus, atau mikroftalmia. Ibu yang menderita infeksi toksoplasmosis
berisiko 12% pada usia kehamilan 6-17 minggu dan 60% pada usia kehamilan 17-18
minggu.
4)
Infeksi virus herpes genitalis pada ibu hamil, jika ditularkan
kepada bayinya sebelum atau selama proses persalinan berlangsung, bisa
menyebabkan kerusakan otak, cerebral palsy, gangguan penglihatan atau pendengaran
serta kematian bayi.
5)
Sindroma varicella kongenital disebabkan oleh cacar air dan bisa
menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada otot dan tulang, kelainan bentuk
dan kelumpuhan pada anggota gerak, kepala yang berukuran lebih kecil dari
normal, kebutaan, kejang dan keterbelakangan mental.
4.
Obat
Beberapa jenis obat
tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester pertama kehamilan diduga
sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada bayinya.
Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau
mikromelia. Beberapa jenis jamu-jamuan yang diminum wanita hamil muda dengan
tujuan yang kurang baik diduga erat pula hubungannya dengan terjadinya kelainan
kongenital, walaupun hal ini secara laboratorik belum banyak diketahui secara
pasti (Effendi, 2006).
5.
Faktor Ibu
1)
Umur
Usia ibu yang makin tua
(> 35 tahun) dalam waktu hamil dapat meningkatkan risiko terjadinya kelainan
kongenital pada bayinya. Contohnya yaitu bayi sindrom down lebih sering
ditemukan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendekati masa
menopause. Beberapa faktor ibu yang dapat menyebabkan deformasi adalah
primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, dan
kehamilan kembar (Effendi, 2006).
2)
Ras/Etnis
Angka kejadian dan jenis
kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk berbagai ras dan etnis, misalnya
celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari
etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada pada orang kulit
putih dan kulit hitam. Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan
perkawinan kerabat dekat (sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak
Karo (impal). Perkawinan pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan
darah atau incest. Perkawinan incest membawa akibat pada
kesehatan fisik yang sangat berat dan memperbesar kemungkinan anak cacat (Effendi,
2006).
3)
Agama
Agama berkaitan secara
tidak langsung dengan kejadian kelainan kongenital. Beberapa agama menerapkan
pola hidup vegetarian seperti agama Hindu, Buddha, dan Kristen Advent. Pada
saat hamil, ibu harus memenuhi kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan janinnya.
Ibu yang vegetarian selama kehamilan
memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan hipospadia atau kelainan pada penis. Penelitian yang dilakukan di Irlandia menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam daging, telur, dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk memiliki anak dengan cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil atau yang sedang hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat (Effendi, 2006).
memiliki risiko lima kali yang lebih besar melahirkan anak laki-laki dengan hipospadia atau kelainan pada penis. Penelitian yang dilakukan di Irlandia menemukan bahwa wanita dengan tingkat vitamin B12 (dapat ditemukan dalam daging, telur, dan susu) yang rendah ketika hamil berisiko lebih besar untuk memiliki anak dengan cacat tabung saraf. Wanita yang mungkin menjadi hamil atau yang sedang hamil disarankan untuk mengonsumsi suplemen asam folat (Effendi, 2006).
4)
Pendidikan
Tingkat pendidikan ibu
berkaitan secara tidak langsung dengan kelainan kongenital. Terbatasnya
pengetahuan ibu tentang bahaya kehamilan risiko tinggi dan kurangnya kesadaran
ibu untuk mendapatkan pelayanan antenatal menyebabkan angka kematian perinatal
meningkat. Pendidikan ibu yang rendah menyulitkan berlangsungnya suatu
penyuluhan kesehatan terhadap ibu karena mereka kurang menyadari pentingnya
informasi-informasi tentang kesehatan ibu hamil (Effendi, 2006).
5)
Pekerjaan
Masyarakat dengan derajat
sosio ekonomi akan menunjukkan tingkat kesejahteraannya dan kesempatannya dalam
menggunakan dan menerima pelayanan kesehatan. Pekerjaan ibu maupun suaminya
akan mencerminkan keadaan sosio ekonomi keluarga. Berdasarkan jenis pekerjaan
tersebut dapat dilihat kemampuan mereka terutama dalam menemukan makanan
bergizi. Khususnya pada ibu hamil,pemenuhan pangan yang bergizi berpengaruh
terhadap perkembangan kehamilannya. Kekurangan gizi saat hamil berdampak kurang
baik pada ibu maupun bayi yang dikandung, pada ibu dapat terjadi
anemia, keguguran, perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi, persalinan macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan terjadi berat badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan lahir (Effendi, 2006).
anemia, keguguran, perdarahan saat dan sesudah hamil, infeksi, persalinan macet, sedang pada bayi dapat menyebabkan terjadi berat badan lahir rendah bahkan kelainan bawaan lahir (Effendi, 2006).
6.
Faktor Mediko Obstetrik
Hal-hal yang perlu
diperhatikan pada faktor mediko obstetrik adalah umur kehamilan, riwayat
komplikasi, dan riwayat kehamilan terdahulu, dimana hal ini akan memberi
gambaran atau prognosa pada kehamilan pada kehamilan berikutnya (Effendi,
2006).
1)
Umur Kehamilan
Lama kehamilan yaitu 280
hari atau 40 minggu, dihitung dari hari pertama haid yang terakhir. Lama kehamilan
dapat dibedakan atas:
a)
Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada
kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara
1.000-2.500 gram.
b)
Partus matures atau aterm (cukup bulan), adalah partus pada
kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
c)
Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2
minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
Penelitian
Prabawa (1998) menunjukkan bahwa sekitar 26,5% bayi kelainan kongenital lahir
pada umur kehamilan < 36 minggu (kurang bulan).
2)
Riwayat Kehamilan Terdahulu
Riwayat kehamilan yang
berhubungan dengan risiko adalah persalinan prematur, perdarahan, abortus,
lahir mati, preeklampsia, eklampsia, dan lain-lain. Dengan memperoleh informasi
yang lengkap tentang riwayat kehamilan ibu pada masa
lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang baik (Effendi, 2006).
lalu diharapkan risiko kehamilan yang dapat memperberat keadaan ibu dan janin dapat diatasi dengan pengawasan obstetrik yang baik (Effendi, 2006).
3)
Riwayat Komplikasi
Risiko terjadinya kelainan
kongenital terjadi pada bayi dengan ibu penderita diabetes melitus adalah 6%
sampai 12%, yang empat kali lebih sering daripada bayi dengan ibu yang bukan
penderita diabetes melitus. Keturunan dari ibu dengan insulin-dependent
diabetes mellitus mempunyai risiko 5-15% untuk menderita kelainan
kongenital terutama PJB, defek tabung saraf (neural tube defect)
dan agenesis sacral. Penyakit ibu lain yang dapat meningkatkan risiko
terjadinya kelainan kongenital adalah epilepsi. Risiko meningkat sekitar 6%
untuk timbulnya celah bibir dan PJB dari ibu penderita epilepsy (Effendi,
2006).
7.
Faktor Hormonal
Faktor hormonal diduga
mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan kongenital. Bayi yang
dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes mellitus
kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan
dengan bayi yang normal (Effendi, 2006).
8.
Faktor Radiasi
Radiasi pada permulaan kehamiIan
mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan kongenital pada janin. Adanya
riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gen yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkannya (Effendi, 2006).
9.
Faktor Gizi
Pada binatang percobaan,
kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan dapat menimbulkan kelainan
kongenital. Pada manusia, pada penyelidikanpenyelidikan menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan kongenital pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
kurang gizi lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir dari ibu
yang baik gizinya. Pada binatang percobaan, adanya defisiensi protein, vitamin
A ribofIavin, folic acid, thiamin dan lain-Iain dapat menaikkan kejadian
& kelainan congenital (Effendi, 2006).
10.
Faktor-faktor Lain
Banyak kelainan kongenital
yang tidak diketahui penyebabnya. Faktor janinnya sendiri dan faktor lingkungan
hidup janin diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. alkohol, narkoba, rokok
diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab kelainan
kongenital tidak diketahui (Effendi, 2006).
1)
Alcohol
Kelainan
kongenital ini juga dapat disebabkan akibat alkohol yang bisa terjadi kurang
sempurnanya lengan, kaki, bentuk wajah ataupun mengalami keterbelakangan mental
juga terhambatnya pertumbuhan pada janin. Pada umumnya, bayi yang terlahir pada
wanita yang beratnya premium, maka bayi akan mengalami masalah pada ingatan,
pemikiran, dan juga prilaku (Effendi, 2006).
2) Rokok
Asap rokok juga dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan
pada janin serta mengakibatkan kelahiran prematur. Asap rokok ini juga bisa
mengakibatkan gangguan terhadap perkembangan otak bayi, sistem kardiovaskular,
juga sistem pernafasan bayi (Effendi, 2006).
3) Narkoba
Sedangkan narkoba itu sendiri bisa mengakibatkan bayi
terlahir tidak normal, kelahiran secara prematur, rendahnya kalsium di dalam
darah, gula darah yang rendah serta infeksi sepsis (Effendi, 2006).
Paparan asap
rokok sangat mengkhawatirkan beberapa kelompok termasuk wanita hamil. Wanita
hamil biasanya terpapar oleh asap rokok oleh keluarganya atau rekan kerja.
Perokok aktif maupun pasif selama kehamilan kondusif untuk terjadi gangguan
kehamilan (Wdowiak, 2009). Dalam kehamilan, plasenta akan berfungsi sebagai
alat respiratorik, metabolic, nutrisi, endokrin, penyimpanan, transportasi dan
pengeluaran dari tubuh ibu ke tubuh janin atau sebaliknya. Jika salah satu atau
beberapa fungsi di atas terganggu, maka janin dan plasenta akan bermasalah dan
akan terjadinya kelainan kongietal pada kelahiran bayi (Aditama, 2007).
Asap rokok
mengandung sejumlah teratogen potensial seperti nikotin, karbon monoksida,
sianida, tar dan berbagai hidrokarbon. Zat-zat ini selain bersifat fetotoksik,
juga memiliki efek vasokontriksi pembuluh darah dan mengurangi kadar oksigen
dan gangguan pembuluh darah dan mengurangi kadar oksigen dan gangguan pembuluh
darah sehingga membuat aliran nutrisi dari ibu ke janin terhambat dan
terganggu, akhirnya pertumbuhan janin terhambat (Cunningham at al, 2005).
No comments:
Post a Comment