Tuesday, June 30, 2015

MATERI LENGKAP GLUKOMA KRONIK

MATERI LENGKAP GLUKOMA KRONIK




PENGERTIAN

           Glukoma kronik adah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.

ETIOLOGI

            Keturunan dalam keluarga, diabetes militus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopi tinggi dan progresif, dan lain-lain.

MANIFESTASI KLINIK

        dari riwayat anggota ditemukan beberapa anggota keluarga dan garis vertikal atau horizontal yang memiliki penyakit serupa.
      gejala-gejala akibat peningkatan tekanan bola mata.penyakit ini berkembang secara lambat namun pasti. penampilan bola mata seperti normal dan sebagian besar tidak tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. pada setadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan lebih gelap, lebih kabur, lapang pandang menjadi sempit, hingga kebutaan permanen.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

        pemeriksaan bola mata dengan palpasi dan tonometri menujukkan peningkatan nilai dianggap mencurigakan bila berkisar diantara 21-15 mmHg dan dianggap patologik bila diatas 25 mmHg.
          pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih besar dan dalam, dinding cekungan bergaung warna memucat, dan tanda pendarahan pada pupil. pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga ronne, atau sokoma busur.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

        uji provokasi minum air, uji variasi diurnal, dan uji provokasi steroid, dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan.

PENATALAKSANAAN 

          diberikan beta bloker seperti epinefrin, pilokarpin,dan asetazolamid. timolol 0,25-0,5 % tetes tiap 12 jam kecuali bagi pasien dengan gagal jantung atau penyakit saluran pernafasan. betaksolol 0,25-0,5% dengan atau tanpa epinefrin 0,5-1% dapat diberikan sebagai pengganti . pilokarpin 1-4% diberikan 3-4 kali sehari.
          pasien diminta datang secara teratur sebulan sekali agar dapat dinilai perkembangannya. yang dinilai adalah tekanan bolo mata dan lapang pandang. bila penyempitan lapang pandang tidak bertambah, pengobatan di anggap telah sesuai dan diteruskan. bila lapang pandang semakin memburuk, meskipun hasil pengukuran tekanan berada dalam batas normal, tetapi harus ditingkatkan.
bila keputusan pasien rendah, dapat dilakukan operasi atau laser sesuai penyebabnya, misalnya iridotomi, trabekuloplasti dengan foto koagulasi laser, iridektomi, filtrasi dan lain-lain.
dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.

PENCEGAHAN

        pasien di atas umur 40 tahun harus diperiksa secara teratur tekanan bola matanya agar bisa di deteksi dini di obati bila terjadi peningkatan




SEMOGA BERMANFAAT KAWAN

Monday, June 29, 2015

BAHAYA HIPERTENSI




Hipertensi dapat merusak ginjal

Hipertensi juga dapat memicu rusaknya ginjal. Penyakit gagal ginajal kronik merupakan penyakit yang di derita oleh satu dari sepuluh orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat, pada tahun 2015 penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia. Di Indonesia peningkatan jumlah gagal ginjal bisa dilihat dari data kunjungan ke poli ginjal dan banyaknya penderita yang menjalani cici darah (hemodialisa). Kondisi ini terus saja meningkat setiap tahunnya.
Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat merusak ginjal. Jelaslah bahwa kita harus mengenali hipertensi sejak dini. Hipertensi adalah salah satu penyebab penyakit ginjal kronis. Hipertensi membuat ginjal harus bekerja lebih keras. Akibatnya, sel-sel pada ginjal akan lebih cepat rusak.
Meski ancamannya mengerikan, masih banyak anggota masyarakat yang mengabaikan hipertensi. Ketidak pedulian ini dikarenakan sifat dari hipertensi sendiri . ketika belum merusak organ tubuh, penyakit tekanan darah tinggi tidak menunjukkan gejala spesifik. Akibatnya, pada tahap ini, orang masih merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya dan tidak merasa perlu memeriksakan diri ke dokter.
Penangan terhadap hpertensi menjadi lebih sulit dan mahal karena penderita hipertensi baru mengeluh dan memeriksakan diri ketika sudah sakit ginjal, jantung, lumpuh, buta, dan sebagainya. Ketidak pedulian terhadap hipertensi tidak hanya terjadi Indonesia yang masih tergolong sebagai Negara berkembang. Di amerika serikat yang system asuransi kesehatannya jauh lebih baik, juga masih banyak terjadi ketidakpedulian terhadap hipertensi.
Sebenarnya hipertensi merupakan salah satu penyakit genetic. Namun, dengan gaya hidup yang tidak sehat, orang yang secara genetic tidak memiliki resiko juga bisa terkena hipertensi . sebaliknya dengan gaya hidup sehat, orang yang mewarisi gen hipertensi justru bisa terhindar . inilah yang harus dijadikan pembelajaran bagi kesehatan masyarakat.
Tes-tes dan air seni mungkin berguna untuk mendeteksi kelainan ginjal pada orang-orang dengan hipertensi. Ingat bahwa krusakan ginjal dapat sebai penyebab atau akibat hipertensi. Mengukus serum kreatinin di dalam darah dapat menilai seberapa bagusnya fungsi ginjal. Suatu kadar serum kreatinin yang meningkat mengindikasikan kerusakan pada ginjal . kalau kerusakan ini terus menerus terjadi dan tidak ditangani dengan benar, menyebabkan komplikasi yang lebih serius hingga memicu kematian.
Sebagai tambahan, kehadiran protein didalam air seni proteinuria dapat merefleksikan kerusakan ginjal dan hipertensi bahkan jika fungsi ginjal normal (seperti diwakili oleh tingkat kreatinin darah) keberadaan protein tersebut di dalam air seni member tanda-tanda resiko kemerosotan fungsi ginjal jika tekanan darah tidak terkontrol. Bahkan. Jumlah kecil dari protein merupakan suatu tanda dari gagal ginjal yang akan datang dan komplikasi-komplikasi vaskuler lain dari hipertensi yang tidak terkontrol  .




BAHAYA HIPERTENSI


BAHAYA HIPERTENSI


Hipertensi dapat merusak ginjal

Hipertensi juga dapat memicu rusaknya ginjal. Penyakit gagal ginajal kronik merupakan penyakit yang di derita oleh satu dari sepuluh orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat, pada tahun 2015 penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia. Di Indonesia peningkatan jumlah gagal ginjal bisa dilihat dari data kunjungan ke poli ginjal dan banyaknya penderita yang menjalani cici darah (hemodialisa). Kondisi ini terus saja meningkat setiap tahunnya.
Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat merusak ginjal. Jelaslah bahwa kita harus mengenali hipertensi sejak dini. Hipertensi adalah salah satu penyebab penyakit ginjal kronis. Hipertensi membuat ginjal harus bekerja lebih keras. Akibatnya, sel-sel pada ginjal akan lebih cepat rusak.
Meski ancamannya mengerikan, masih banyak anggota masyarakat yang mengabaikan hipertensi. Ketidak pedulian ini dikarenakan sifat dari hipertensi sendiri . ketika belum merusak organ tubuh, penyakit tekanan darah tinggi tidak menunjukkan gejala spesifik. Akibatnya, pada tahap ini, orang masih merasa nyaman dengan kondisi tubuhnya dan tidak merasa perlu memeriksakan diri ke dokter.
Penangan terhadap hpertensi menjadi lebih sulit dan mahal karena penderita hipertensi baru mengeluh dan memeriksakan diri ketika sudah sakit ginjal, jantung, lumpuh, buta, dan sebagainya. Ketidak pedulian terhadap hipertensi tidak hanya terjadi Indonesia yang masih tergolong sebagai Negara berkembang. Di amerika serikat yang system asuransi kesehatannya jauh lebih baik, juga masih banyak terjadi ketidakpedulian terhadap hipertansi.
Sebenarnya hipertensi merupakan salah satu penyakit genetic. Namun, dengan gaya hidup yang tidak sehat, orang yang secara genetic tidak memiliki resiko juga bisa terkena hipertensi . sebaliknya dengan gaya hidup sehat, orang yang mewarisi gen hipertensi justru bisa terhindar . inilah yang harus dijadikan pembelajaran bagi kesehatan masyarakat.
Tes-tes dan air seni mungkin berguna untuk mendeteksi kelainan ginjal pada orang-orang dengan hipertensi. Ingat bahwa krusakan ginjal dapat sebai penyebab atau akibat hipertensi. Mengukus serum kreatinin di dalam darah dapat menilai seberapa bagusnya fungsi ginjal. Suatu kadar serum kreatinin yang meningkat mengindikasikan kerusakan pada ginjal . kalau kerusakan ini terus menerus terjadi dan tidak ditangani dengan benar, menyebabkan komplikasi yang lebih serius hingga memicu kematian.
Sebagai tambahan, kehadiran protein didalam air seni proteinuria dapat merefleksikan kerusakan ginjal dan hipertensi bahkan jika fungsi ginjal normal (seperti diwakili oleh tingkat kreatinin darah) keberadaan protein tersebut di dalam air seni member tanda-tanda resiko kemerosotan fungsi ginjal jika tekanan darah tidak terkontrol. Bahkan. Jumlah kecil dari protein merupakan suatu tanda dari gagal ginjal yang akan datang dan komplikasi-komplikasi vaskuler lain dari hipertensi yang tidak terkontrol  .




Saturday, June 27, 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN STEMI DIRUANG ICU RSUD UNGARAN

ASUHAN KEPERAWATAN STEMI LENGKAP




ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S
DENGAN STEMI DIRUANG ICU
RSUD UNGARAN

Hari / Tanggal : kamis / 16 Oktober 2014
Pukul               : 01.00
Ruang              : ICU
A. Pengkajian
     1. Identitas
     a.  Identitas Pasien            
Nama                             : Tn. S
Umur                             : 77 tahun
Jenis Kelamin                : Laki-laki
Agama                           : Islam
Pendidikan                    :
Pekerjaan                       : Pensiunan
Suku/ Bangsa                 : Jawa/ Indonesia
Status Perkawinan         : Kawin
Alamat                           : Legoksari RT 02/02 Ungaran
Tanggal masuk RS         : 15 Oktober 2014
No. RM                         : 485705
Diagnosa Medis             : STEMI

     b.  Identitas Penanggung jawab
Nama                             : Ny. S
Umur                             : 60
Jenis Kelamin                : Perempuan
Agama                           : Islam
Pendidikan                    : -
Pekerjaan                       : Guru
Alamat                           : Legoksari RT 02/02 Ungaran
Hubungan dengan pasie            n : Istri



2.  Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan sesak napas dan nyeri dada saat bernafas.
b.Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sesak napas dan nyeri dada ketika bernapas. Pasien dibawa ke IGD. Pasien sesak napas dan nyeri dada GCS= 15 TD 130/77 mmHg, N= 68 x/menit, RR= 20 x/menit. Mendapat terapi RL 20 tpm, O2Nasal Kanul 3 Liter/menit. Langsung dpindah di ICU, terpasang DC dan terpasang O2 3 Liter.
c. Riwayat Penyakit dahulu
Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi ataupun DM.
d.Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan didalam keluarga ada yang mempunyai riwayat hipertensi dan tidak ada riwayat penyakit yang menular seperti HIV/ AIDS, TBC, dll.
e.Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai riwayat alergi terhadap makanan, obat, maupun udara.
3.  Pengkajian Sekunder
a.    Airways
Jalan napas tidak efektif, napas dangkal.
b. Breathing
RR 17x/menit, menggunakan alat bantu Kanul 3 Liter/menit, Wheazing.
c. Circulation
TD 113/69 mmHg, N= 55 x/menit CRT= 3 detik.
d. Kesadaran ( Discabelity)
Composmentis GCS E4M5V6
4. Pengkajian Sekunder
a. Pengkajian Fisik
·         Kesadaran                    : Composmentis
·         Vital Sign TD               : 113/69 mmHg
N                  : 55 x/menit
S                   : 36’ C
RR                : 17 x/menit
SPO2                            : 98 %
b. Pemerksaan Fisik
·           Kepala  : Bentuk mesocephal, tidak ada luka, rambut beruban, lurus tidak ada odema.
·           Mata     : Simetris kanan kiri, sklera tidak ikterik, kornea mata tampak sealput putih dimata kanan.
·           Telinga  : Simetris, serumen dalam batas normal.
·           Hidung : Hidung simetris, tidak ada polip, terpasang nasal kanul 3 L/menit
·           Mulut    : Kering tidak ada sianosis
·           Leher    : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
·           Thorax
Jantung
I                        : Denyut Jantung tidak tampak
P           : Denyut Jantung teraba di interkasta 4-5
P           : Pekak
P           : Iregular
Paru
I                        : Bentuk simetris
P           : Nyeri bila ditekan
P           : Sonor
A           : Bunyi napas dangkal ( wheazing)
Abdomen
I                        : Simetris
A           : Terdengar bising usus 13x/menit
P           : Tidak ada nyeri tekan
P           : Timpani
·           Ekstermitas
Atas                  : tangan kanan terpasang infus RL, dan saturasi, pengerasan maksimal.
Bawah              : tidak ada lesi, tidak ada edema gerakan maksimal.
·           Genetalia
Terpasang DC sejak masuk keruang ICU.
5.  Pola Fungsional
a. Kebutuhan Pernapasan
Sebelum sakit            :  -
Selama sakit  : Pasien tampak sesak napas, terpasang O2 Kanul 3 L/menit, dengan RR = 17 x/ menit.
b. Kebutuhan Nutrisi
Sebelum sakit            :  -
Selama sakit  : Pasien makan 3 kali sehari dengan makann di RS, yang didalamnya ada bubur, tahu, sayuran, lauk dan minum 1 gelas, dan pasien menghabiskan 1- Porsi makanan yang diberikan.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit            :  -
Selama sakit  :  Pasien BAK dan masuk ICU sampai pengkajian 1000 cc dengan warna merah ( hematuri ).
d. Kebutuhan Istirahat Tidur
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien baru bisa tidur jam 02.30an dan tidur sampai jam 03.40 karena pasien kesakitan waktu akan BAK.
e. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien terlihat tidak nyaman karena terpasang DC dan kanul oksigen.
f. Kebutuhan Berpakaian
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien dalam memakai pakaian dibantu oleh perawat.
g. Kebutuhan Mempertahankan Suhu Tubuh dan Sirkulasi
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  :  Pasien menggunakan selimut untuk mempertahankan suhu tubuh.
h. Kebutuhan Personal Hygiene
Sebelum sakit            : -
Selama sakit  : Pasien hanya disibin oleh istrinya
Pola Aktivitas
Sebelum Sakit
Selama Sakit
0
1
2
3
4
0
1
2
3
4
Makan








Minum








Mandi








Toileting








Berpakaian








Mobilisasi








Keterangan :
0          = Mandiri
1          = Memerlukan Alat
2          = Memerlukan Bantuan
3          = Memerlukan alat dan bantuan
4          = Tergantung

i. Kebutuhan Gerak dan Keseimbangan Tubuh
                          
                                      
      



j. Kebutuhan Berkomunikasi Dengan Orang Lain
Sebelum sakit  : -
Selama sakit    : Pasien dapat berkomunikasi tanpa adanya hambatan.
k. Kebutuhan Spiritual
Sebelum sakit  : -
Selama sakit    : Pasien tidak melaksanakan aktivitas spiritual.
l. Kebutuhan Bermain dan Berkreasi
Sebelum sakit  : -
Selama sakit    : Pasien hanya berbaring dirumah sakit.
6. Pemeriksaan Penunjang
Urine Rutin

Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Hakroskopis




Warna
H
Merah
Kuning muda, Kuning

Kekeruhan
H
Keruh
Jernih

Kimia Urine




pH/ Reaksi

7,5
4,6-8,5

Berat Jenis

1.010
1.005-1020

Protein
H
2+
Negatif
Mg/dl
Redukasi

Negatif
Negatif
Mg/dl
Lekosit
H
2+
Negatif
    /ol
Bilirubin

Negatif
Negatif
Mg/dl
Urobilinogen

Normal
Negatif
Mg/dl
Nitrit
H
Positif
Negatif
Mg/dl
Keton
H
Trace
Negatif
Mg/dl
Blood ( Hb/Eri )
H
3+
Negatif
Mg/dl
Mikroskopis




Loukosit Sedimen
H
Penuh
0-10
Sec/LPB
Eritrosit Sedimen
H
Penuh
0-3
Sec/LPB
Epitel
H
10-12
0-10
Sec/LPB
Silinder

Negatif
Negatif
     /LPK
Kristal

Negatif
Negatif
     /LPB
Bakteri

Negatif
Negatif
     /LPB
Jamur

Negatif
Negatif
     /LPB
DU

Negatif
Negatif
     /LPB




















Pemeriksaan Laboratorium 16 Oktober 2014
Pemeriksaan

Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
Darah Rutin




Hemoglobin

13,0
13,0-17,5
Gr/dl
Lekosit

10,0
4,0-11
10^3/UL
Trombosit

229
150-440
10^3/UL
Hematosit
L
38,4
39,0-54,0
%
Eritrosit
L
4,32
4,4-5,9
10^6/UL
Hirung Jenis




Granulosit
H
71,6
50-70
%
Linfosit

22,1
20-40
%
Monosil

6,3
2-8
%
Index Eritrosit




MCV

89,1
82-92
H
MCH

30,0
27-31
P9
MCHC

33,8
32-36
g/dl
RDW

13,7
11,6-14,8
%
Laju Endap Darah




UD 1 jam

6
0-10
mm/jam
Kimia Ginjal




Ureum

25
10-45
mg/dl
Creatinin

1,61
0,50-1,50
mg/dl
Asam Urat
H
7,4
3,4-7,2
mg/dl
Kimia Profil Lepid




Kolestrol Total

152
<200
mg/dl
HDL-Kolestrol
L
34
>40
mg/dl
LDL-Kolestrol

95
<130
mg/dl
Tn gliserid
H
164
35-160
mg/dl
Kimia Pem Hati Sedr




SGOT

22
15-37
UL
SGPT

25
5-40
UL


              







B. Analisis Data
NO
Hari, Tanggal/ Waktu
Data Fokus
Problem
Etologi
1.
Kamis, 16 Oktober 2014
01.20
Ds  : Pasien mengatakan sesak napas
Do  : Pasien terlihat sesak
RR  : 17 x/menit, terpasang O2 Kanul
Ketidakefektifan Pola Napas
Infark
2.
01.20
Ds : Pasien Mengatakan nyeri dada saat napas
Do : KU lemas
P    : Nyeri saat bernapas
Q   : Nyeri seperti ditindihi beban
R   : Nyeri didada
S   : Skala nyeri 4
T   : Hilang timbul
Nyeri
Iskemio dan Infark Jaringan Miocard
3.
01.20
Ds  : Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas seperti biasa
Do  : Pasien tampak lemas, terpasang O2 Kanul 3 L/menit
Intoleransi Aktivitas
Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen
















C. Diagnosa Keperawatan
1.  Ketidakefektifan pola napas b.d Infark
2. Nyeri berhubungan dengan Iskemia dan Infark jaringan miocard
3. Intolerensi oktifitas b.d Ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen



D. Intervensi
NO
Hari,Tanggal/ Waktu
No DX
Tujuan & KH
Intervensi
Rasional
1.
Kamis, 16 Oktober 2014 / 01.20

Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 2x24 jam diharapkan napas kembali efektifKH     :
-          RR dalam batas normal 16-20
-          Tidak terpasang alat bantu
·   Pantau TTV
·   Observasi pola napas
·  Berikan posisi semi fowler
·  Kolab pemberian O2
·   Kolab pemberian obat

·   Mengetahui perkembangan pasien
·   Mengetahui frekuensi napas
·   Pengoptimalkan pernapasan
·   Memaksimalkan pola napas
·   Proses penyembuhan
2.
01.20

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang
KH    : Pasien mengatakan nyeri berkurang, wajah rileks atau nyeri hilang
·  Pantau TTV
·  Pantau Nyeri
·  Anjurkan Teknik Distraksi Relaksasi
· Kolab Pemberian Obat Analgenik
·   Mengetahui perkembangan pasien
·   Mengetahui tingkat nyeri
·   Mengurangi rasa nyeri
·   Proses penyembuhan
3.
01.20

Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 2x24 jam diharapkan pasien bisa melaksanakan aktivitas
KH    : Pasien melaporkan tidak adanya angina terkontrol dalam rentang waktu selama pemberian obat
·   Pantau TTV
·  Bantu Pasien dalam melaksanakan aktivitas
·  Amati dan laporkan gejala curah jantung menurun
·  Palpasi nadi perifer pada interval sering
·  Kolab pemberian obat
·  Mengetahui perkembangan pasien
· Mengurangi beban pasien
· Mengamati perubahan curah jantung
· Mengetahui perubahan nadi
· Proses penyembuhan




E. Implementasi Keperawatan
No
Hari, Tanggal / Waktu
No DX
Implementasi
Respon
TTD
1.
Kamis, 16 Oktober 2014 / 02.00
1,2,3
Mengukur TTV
Ds : -
Do :TD 113/66mmHg
       MAP 72
      N= 55S PO2=99%
   S=17x/menit s=36’C


2.
02.10
1,2,3
·   Memberikan injeksi Asam traneksamat
·  Oral
Clopi 75 mg
A.Spiler 1
Hprazolam 0,025
Simuas 20
Mst 2 tablet
S= Pasien Bersedia
O= Obat masuk tidak tampak tanda-tanda alergi

3.
02.20
1
Memberikan O2 3 L/menit
S= Pasien
O= Terpasang O2 Kanul 3 ml/menit


4.
02.30
1
Memberikan posisi semi fowler
S= Pasien merasa nyaman
O= Pasien tampak nyaman


5.
03.10
1
Mengobservasi pola napas
S= Pasien tampak sesak
O= Pasien tampak tenang terpasang O2 3 ml/menit


6.
03.10
2
Mengobservasi Nyeri
S= Pasien mengatakan dada seperti tertindih
O=
   P : Bernapas
Q : Seperti tertindih
R : Nyeri dada
S : Skala 4
T : Saat bernapas  

7.
05.00
1,2,3
Memonitoring KU TTV
S= Pasien tidur
O= TD 121/68
MAD :
HR     : 50
SPO2  : 99%
RR      : 19
T         : 36’



8.
14.20
3
Membantu pasien buang air kecil
S= Pasien minta diambilkan pispot
O= Disediakan, BAK 200cc


9.
14.30
2
Mengobservasi nyeri
S= Pasien mengatakan nyeri dada
O=
P: Bernapas
Q: Seperti ditindih
R: Dada
S: 4
T: Saat napas


10.
14.35
2
Mengaarkan teknik relaksasi
S= Pasien rileks
O= Dilaksanakan pasien tampak rileks


11.
15.00
3
Memonitoring TTV dan nadi perifer
S= Pasien tenang
O= TD 114/59 mmHg
MAP:
FR    : 54 x/menit
SPO2: 99%
RR    : 18 x/menit
S       : 36’C


12.
17.00
2
Pemberian obat syring pump morpin o= 0,02 Ug/Kg/jam jalan 0,4 cc/jam
S= Pasien mengatakan nyeri dada
O= Pasien terasa kesakitan dan agak mulai sedikit tenang setelah dilakukan tindakan


13.
18.00
1,2,3
Memonitoring KU TTV
S= Pasien tenang
O= TD 112/67
FR : 69
SPO2 : 98%
RR : 14 x/menit
S : 36’C


14.
18.30
3
Mengamati penurunan curah jantung
S= Pasien tidak mengatakan gejala-gejalanya
O= Pasien tampak tenang


15.
20.00
2,3
Memberikan obat ISDN 5 mg
S= Pasien bersedia
O= Obat masuk tidak ada tanda-tanda alergi

Evaluasi
No.
Hari, Tanggal/ Waktu
No DX
Evaluasi
TTD
1.
Kamis, 16 Oktober 2014/ 20.00
1
S = Pasien mengatakan tidak sesak
O = Pasien terpasang O2 Liter/menit, diposisikan Semi Fowler TD : 112/ 67 mmHg, HR : 69, SPO2 : 89 %, RR : 14 x/ menit, S : 36’C
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 1,2,3,4, dan 5


2.
20.00
2
S = Pasien mengatakan nyeri berkurang
O = Pasien tampak rileks, terpasang obat syring pump morpin 0,02 Ug/Kg/jam
P : Jalannya penyakit
Q : Seperti ditindih
R : Didada
S : 3
T : Hilang timbul
A= Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan Intervensi


3.
20.00
3
S= Pasien mengatakan belum bisa beraktivitas mandiri
O= Pasientirah baring di BCD
A= Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi 1- 4