Sunday, July 26, 2015

GAGAL JANTUNG


http://keperawatannews.blogspot.com/



A.   PENGERTIAN
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara ab-normal.
Faktor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel (seperti penyakit arteri koroner,hipertensi,kardiomiopati,penyakit pembuluh darah, atau penyakit jantung congenital) dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel (stenosis mitral, kardiomiopati, atau penyakit pericardial). Faktor pencetus termasuk meningkatnya asupan garam ,ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung , infark miokard akut ( mungkin yang tersembunyi ), serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.

B.   MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif. Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’effort, fatig, ortopnea, dispnea nocturnal paroksismal , batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap s3 dan s4, pernapasan Cheyne Stokes, takikardi, pulsus alternans, ronki dan kongesti vena pulmonasis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda-tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi p2 mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting. Sedang, pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.
New York Heart Associotion (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1. Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas 3. Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas 4. Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apa pun dan harus tirah baring
C.   DIAGNOSIS GAGAL JANTUNG KONGGESTIF (KRITERIA FRAMINGHAM)
Kriteria mayor
1.    Dispenia nocturnal paroksimal atau ortopnea
2.    Peningkatan tekanan vena jugularis
3.    Ronki basah tidak nyaring
4.    Kardiomegali
5.    Edema paru akut
6.    Irama derap S3
7.    Peningkatan tekanan vena> 16 cm H2O
8.    Refluks hepatojugular
Kriteria minor
1.    Edema pergelangan kaki
2.    Batuk malam hari
3.    Dyspenu d’effort
4.    Efusi pleura
5.    Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
6.    Takikardi(>120x/menit)
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi, Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

D.   PEMERIKSAAN PENUNJANGAN
Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi, garis kerley A/B, infiltrasi prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infak miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.

E.   PENATALAKSANAAN
1.    Mningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2 melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2.    Memperbaiki Kontraktilitas otot jantung.
a.    Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia
b.    Digitalisis:
1)    Dosis digitalisis:
a)    Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b)    Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selam 2 jam.
c)    Cedilanid>iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam.
2)    Dosis penunjangan untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3)    Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4)    Digitalisis cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang berat:
·         Digoksin: 1-1,5 mg iv perlahan-lahan.
·         Cedilanid > 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan.
3.    Kontraindikasi penggunaan digitalis
a.    Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardi, gangguan irama, dan konduksi jantung berup blok AV derajat II dan III, atau ekstasistolik vntrikular lebih dari 5 kali per menit. Gejala lain yang ditemui pada intoksikasi digitalis adalah anoreksida, mual, muntah, diare, dan gangguan penglihatan.
b.    Kontraindikasi relative ; penyakit kardiopulmononal, infark miokard akut ( hanya diberi per oral ), idiopathic subaortic stenosis , gagal ginjal (dosis obat lebih rendah), miokarditis berat, hipokalemia, penyakit paru obstrukdi kronik, dan penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.
Dalam pengobatan intoksikasi digitalis digunakan dilantin 3 x 100 mg sampai tanda-tanda toksis merada.
4.    Menurunkan beban jantung
·         Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, deuretik, dari vasodilator.
a.    Diet rendah garam.
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV , penggunaan diuretic, digoksin, dan penghambatan angiotensin converting enzyme (ACE) diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan :
1.    Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-80 mg)
2.    Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus
3.    penghambat ACE (kaptorpil mulai dari dosis 2 x 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain, dosis di tingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan darah pasien); isosorbit dinitrat (ISDN) pada pasien dengan   kemampuan aktifitas yang terganggu atau adanya iskemia. Yang menetap, dosis dimulai 3x10-15 mg. semga obat ini harus dititrasi secara bertahap.
b.    Diuretic
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. dosis penunjng rata-rata 20 mg. efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton. Diuretic lain yang digunakan antara lain hidroklorotiazid, klortalidon , triamteren , amilorid, dan asam etakrinat
Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak mengurangi beban jantung atau kelangsungan hidup, tapi merupakan pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan penghambat ACE brsama diuretic hemat kalium maupun suplemen kalium harus behati-hati karena memungkinkan timbulnya hiperkalemia.